Dobbrak.id – INDONESIA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) memilih Nusantara sebagai nama Ibu Kota Baru (IKN) di Kalimantan Timur. Sejarawan menilai nama itu terlalu condong ke kebudayaan Jawa.
Perspektif ini disampaikan oleh sejarawan lulusan Universitas Indonesia (UI) sekaligus pendiri dan penerbit Komunitas Bambu, JJ Rizal. Dia menilai nama Nusantara tidak mencerminkan semangat memutus ketimpangan Jawa dengan luar Jawa.
“Istilah Nusantara mencerminkan bias Jawa yang dominan,” kata JJ Rizal, membagikan pandangannya untuk Perspektif detikcom, Selasa (18/1/2022).
Dia menjelaskan, istilah Nusantara adalah produk cara pandang Jawa era Majapahit. Kerajaan yang berpusat di Jawa (bagian timur) itu membagi tiga wilayahnya menjadi seperti berikut:
1. Negaragung (Negara Agung): Ibu Kota Majapahit.
2. Mancanegara: Daerah luar Ibu Kota Majapahit namun sudah terpengaruh budaya Majapahit.
3. Nusantara: Daerah di luar Pulau Jawa tanpa pengaruh kebudayaan Jawa Majapahit.
“Di luar kota Majapahit inilah yang disebut Nusantara. Sebab itu, sebutan Nusantara ini bukan hanya dikotomis dalam artian kewilayahan tetapi juga peradaban,” kata Rizal.
Wilayah Mancanegara, Rizal menjelaskan, dinilai punya tingkatan peradaban yang lebih rendah ketimbang Negaragung yang beradab dan harmonis. Selanjutnya, istilah Nusantara ini dibawa oleh zaman dari masa ke masa hingga sampai zaman pergerakan perjuangan kemerdekaan.
“Sebab itu sejak zaman pergerakan, istilah Nusantara tersingkir karena dianggap Jawasentris,” kata Rizal.
Istilah ‘nusantara’ sendiri sudah tercatat dalam Kitab Nagarakertagama di era Majapahit (Abad 14) dan Kitab Pararaton, diperkirakan ditulis dua abad setelah Nagarakertagama.
Profesor Susanto Zuhdi, Guru Besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI dari Jurusan Sejarah angkat bicara pula. Dia memandang kesan Jawasentris adalah fakta dari istilah ‘nusantara’, karena memang bersal dari pandangan Majapahit.
“Ini sebetulnya perspektif Jawa, Jawasentris ini,” kata Profesor Susanto Zuhdi. “Tapi bagaimanapun, Jawa memang merupakan center of gravity (pusat gravitas) pada saat itu.”
Selama ini jamak dipahami, istilah ‘nusantara’ berasal dari gabungan Bahasa Jawa Kuno (rumpun bahasa Austronesia sub Melayu Polinesia) dan setidaknya ada pengaruh bahasa Sanskrta (rumpun bahasa Indo-Eropa). Namun Profesor Susanto memahami istilah ‘nusa’ sama dengan istilah Yunani (rumpun bahasa Indo-Eropa) ‘nesos’ yang berarti ‘pulau’, kata ‘antara’ berarti bermakni ‘yang lain’. Pengertian ‘nusantara’ dia maknai sebagai pulau-pulau termasuk Jawa dan luar Jawa yang diikat oleh Majapahit. Namun demikian, pengertiannya berkembang merujuk ke zona wilayah kepulauan yang berada di antara dua samudera (Pasifik dan Hindia) dan dua benua (daratan Asia dan Australia).
Dia tidak mempermasalahkan soal asal muasal istilah ‘nusantara’. Tak masalah apabila istilah itu berasal dari Jawa dan mengandung unsur Jawasentrisme, toh memang asalnya dari Majapahit. Namun, yang menjadi kekhawatiran Susanto, pengertian Nusantara sebagai Ibu Kota (kelak) bakal rancu dengan pengertian Nusantara sebagai wilayah yang luas sebagai nama lain dari Indonesia.
“Nama itu bisa rancu antara Nusantara sebagai keseluruhan wilayah dan Nusantara sebagai Ibu Kota,” kata Profesor Susanto.
Terlepas dari potensi kerancuan pengertian di atas, Profesor Susanto setuju dengan semangat yang dibawa oleh nama Nusantara, yakni semangat untuk kembali ke era kejayaan bahari seperti zaman dulu. Konsep Nusantara memandang lautan bukan sebagai ‘pemisah’ pulau-pulau melainkan sebagai ‘penyatu’ pulau-pulau. Semangat seperti ini mendasari Deklarasi Juanda 13 Desember 1957. Kemudian di era pasca-reformasi, Presiden Megawati Soekarnoputri menetapkan 13 Desember sebagai Hari Nusantara.
“Spiritnya saya setuju, cuma masalahnya nama Ibu Kota nanti sama dengan nama wilayah negara, itu saja,” kata Profesor Susanto.
Nama Nusantara sudah dipilih Jokowi
Presiden Jokowi sudah memilih nama Nusantara sebagai nama untuk Ibu Kota Negara (IKN) di kawasan Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, nantinya. Kabar ini disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa.
“Saya baru mendapatkan konfirmasi dan perintah langsung dari Bapak Presiden pada Jumat (14/1) dan beliau mengatakan ibu kota negara ini namanya Nusantara,” kata Suharso dalam rapat kerja bersama Pansus IKN, Senin (17/1) kemarin.
Alasan pemilihan nama ini, istilah ‘nusantara’ sudah dikenal sejak dulu dan ikonik di dunia internasional. Kata Suharso, nama itu dipilih menyingkirkan sekitar 80 calon nama lainnya. Para pakar sudah mempertimbangkan dengan saksama.
“Kami panggil para ahli bahasa, ahli sejarah, kemudian mereka yang punya otoritas untuk memberikan knowledge kepada kami. Para pakar itu memilih kata-kata yang paling tepat dan ini begitu besar sekali di antaranya Negara Jaya, Nusantara Jaya, Nusa Karya, Nusa Jaya, Pertiwi Pura, Wana Pura, Cakrawala Pura, Kertanegara,” tutur Suharso.