Dobrak.id – Isu invasi Rusia terhadap Ukraina mencuat seiring penempatan pasukan Rusia di sekitar perbatasan. Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan tak ingin perang di Eropa.
Dilansir dari DW, Rabu (16/2/2022), penegasan itu disampaikan Putin di tengah kekhawatiran negara-negara Barat soal invasi Rusia ke Ukraina yang merupakan negara pro-barat.
Putin menyampaikan hal itu setelah bertemu Kanselir Jerman Olaf Scholz yang berkunjung ke Moskow dalam upaya meredakan ketegangan. Krisis yang berlangsung di perbatasan Rusia-Ukraina mendominasi agenda pertemuan kedua pemimpin.
Dalam konferensi pers gabungan usai pertemuan pada Selasa (15/2) waktu setempat, Scholz menyatakan ‘menjadi tugas mutlak kami sebagai kepala pemerintahan agar Eropa tidak melihat eskalasi menuju perang’.
Putin kemudian menegaskan: “Kami tidak ingin perang di Eropa.”
Putin kemudian merujuk pada komentar Szholz soal ‘orang-orang dari generasi ini sulit membayangkan perang di Eropa’.
“Itulah tepatnya mengapa kami membuat proposal kami, untuk memulai proses diskusi tentang keamanan yang setara untuk semua orang,” sebut Putin.
Scholz mengatakan dialog level tinggi antara Rusia dan mitra-mitra di Eropa sangat penting untuk mencapai stabilitas dalam bergerak ke depan.
“Hal yang paling penting adalah kita mengelola hubungan antara negara dengan diskusi yang baik satu sama lain,” ucap Szholz sembari menyatakan dirinya lega bisa bertemu langsung dengan Putin.
“Kami siap untuk bekerja sama lebih lanjut. Kami siap untuk menempuh jalur negosiasi,” ujar Putin dalam konferensi pers yang sama.
Putin juga bicara soal NATO. Dia menyatakan ‘negara-negara memiliki hak untuk bergabung aliansi militer seperti yang selalu dipertahankan rekan-rekan kami di NATO, tapi juga penting untuk menjaga keamanan suatu negara bukan dengan mengorbankan keamanan negara-negara lainnya’.
“Kita juga bersedia melanjutkan proses diskusi itu,” imbuhnya.
Rusia Mulai Tarik Pasukan dari Perbatasan
Dilansir dari AFP, Selasa (15/2/2022), penarikan tiba-tiba pasukan militer Rusia itu diumumkan saat upaya diplomatik intens dilakukan demi mencegah invasi Rusia terhadap Ukraina. Sebelumnya, lebih dari 100.000 tentara Rusia berada di dekat perbatasan Ukraina.
Langkah ini dinilai akan menjadi langkah besar pertama menuju deeskalasi dalam krisis dengan Barat yang berlangsung selama beberapa pekan terakhir. Krisis, yang disebut sebagai yang terburuk antara Rusia dan Barat sejak akhir Perang Dingin, ini diketahui mencapai puncak pada pekan ini, dengan para pejabat Amerika Serikat (AS) memperingatkan invasi skala penuh, termasuk serbuan ke ibu kota Kiev, mungkin dilakukan dalam hitungan hari.
“Unit-unit distrik militer Selatan dan Barat, setelah menyelesaikan tugas-tugas mereka, telah mulai menaiki transportasi kereta api dan jalan raya, dan hari ini mereka akan mulai bergerak ke garnisun militer mereka,” tutur kepala juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia, Igor Konashenkov kepada kantor-kantor berita Rusia.
Dia tidak menyebutkan dengan jelas jumlah tentara yang kembali ke pangkalan. Dia juga tak menerangkan dampak penarikan itu terhadap keseluruhan pasukan militer yang dianggap mengepung Ukraina.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergei Lavrov dan Menteri Pertahanan (Menhan) Rusia Sergei Shoigu menyampaikan pernyataan yang menawarkan harapan untuk deeskalasi. Lavrov menyatakan ‘selalu ada peluang’ untuk mencapai kesepakatan dengan Barat terkait Ukraina dalam pertemuan dengan Presiden Vladimir Putin awal pekan ini. Lavrov menyampaikan kepada Putin bahwa pembicaraan para pemimpin negara Eropa dan AS cukup menunjukkan kemajuan bahwa tuntutan Rusia layak diupayakan.
Dubes Rusia untuk RI Ikut Beri Penjelasan
Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, ikut menjelaskan situasi yang terjadi di perbatasan Rusia dengan Ukraina. Dia memberi penjelasan soal keberadaan pasukan Rusia di perbatasan dengan Ukraina.
“Mengenai tarik mundurnya pasukan Rusia serta pernyataan-pernyataan tentang ‘invasi’ Rusia ke Ukraina pertama-tama saya ingin menggarisbawahi bahwa Rusia mengerahkan pasukan hanya di wilayahnya sendiri, yang merupakan hak kedaulatan negara mana pun,” ucap Dubes Vorobieva dalam keterangan tertulis kepada detikcom, Rabu (16/2/2022).
Dia menyatakan langkah Rusia merupakan upaya untuk menjamin keamanan nasional Rusia. Menurutnya, Rusia berupaya menjamin keamanan nasional terkait kebijakan agresif NATO.
“Saya ingin mengingatkan bahwa sudah lama militerisasi Ukraina terus berlanjut, Barat terus melakukan pasokan berbagai jenis senjata dan peralatan militer ke Kiev, sementara pakar NATO juga sedang melatih personel,” ujarnya.
Dia juga mengutip pernyataan Putin soal Rusia tidak ingin perang. Menurutnya, Rusia merupakan negara yang memahami dampak buruk perang.
“Posisi Moscow tidak berubah: Rusia adalah negara yang benar-benar memahami apa itu perang (negara kami kehilangan 27 juta orang dalam Perang Dunia II), sebagai salah satu peserta dalam peristiwa terkini di sekitar Ukraina, kami justru paling tidak menginginkan terjadinya eskalasi ketegangan di wilayah tersebut. Sebagaimana telah disampaikan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov ‘jika itu tergantung pada Federasi Rusia, maka perang tidak akan terjadi. Kami tidak menginginkan perang’,” ujarnya.
Sumber Artikel : detik.com